Menjadi Nasabah Bijak, Agar Uang Tak Hilang Tanpa Jejak

 


“Yahh.. masa Ibu harus ngeluarin Rp 150.000 tiap bulan buat transfer doang? Biasanya cuma Rp 6.500.”

“Transfer ke mana buk yang tarifnya Rp 150.000? Bukannya tarif transfer jadi lebih murah, karena udah ada BI-FAST. Kok jadi makin mahal sih?”

“Ini loh, Ibu nerima pesan dari BRI.”

Ibu memperlihatkan sebuah pesan berisi tautan dokumen & foto yang menunjukkan terjadinya perubahan tarif transfer BRI dari yang sebelumnya Rp 6.500 menjadi Rp 150.000 per transaksi.




“Eh tapi kalau Ibu gak setuju sama perubahan tarif transfer, bisa kok isi dokumen. Ini ada tautannya.. Loh, ini kok minta data pribadi ya?”


“Jangan isi buk! Bentar, Intan coba cari infonya dulu.” 


Fiuh.. nyaris saja, Ibuku jadi korban Soceng. 

Dulu bapak & ibu juga sempat heboh waktu zaman-zaman penipuan masih marak dilakukan via telepon. Ada orang yang ‘ngakunya’ pegawai BRI bilang kalau orangtuaku memenangkan uang puluhan juta rupiah. Udah seneng dong. Tapi mulai curiga karena disuruh bayar ‘pajak’ duluan. Kalau hadiah betulan, kenapa tidak dipotong saja langsung dari hadiah yang akan dikirimkan?

Huh, modus penipuan ini udah kayak lagunya Kerispatih, Tak Lekang Oleh Waktu. Hilang satu, berganti dengan modus lainnya. Sekarang udah pindah channel lewat whatsapp pula rupanya. 

Menurut instagram OJK,  Social Engineering (Soceng) adalah cara untuk mengelabui atau memanipulasi korban agar bisa mendapatkan informasi data pribadi atau akses yang diinginkan. Soceng menggunakan manipulasi psikologis dengan mempengaruhi pikiran korban melalui berbagai cara dan media yang persuasif dengan cara membuat korban senang atau panik sehingga korban tanpa sadar akan menjawab atau mengikuti instruksi pelaku. 

Apa saja modus Social Engineering (Soceng)?

1. Info perubahan tarif transfer bank 

Penipu berpura-pura jadi pegawai bank untuk menyampaikan perubahan tarif transfer. Calon korban diminta mengisi link fomulir yang isinya data pibadi. Seperti PIN, OTP, password, dan lain-lain. Kalau kondisi lagi tenang, mungkin bakal kepikiran ‘HAH MASA SIH? NGGAK MUNGKIN BANGET!’. Cuma ternyata dalam kondisi psikologis tertekan, lagi panik, buat mikir bener pun susah. 

sumber : Instagram @nasabahbijak

2. Tawaran jadi nasabah prioritas. 

Siapa euy yang nolak kalo ditawari upgrade jadi nasabah prioritas dengan segala kelebihannya? Bisa dapat undangan VVIP & datang ke berbagai event eksklusif dari Bank BRI, punya akses ke berbagai Executive Lounge di berbagai bandara di Indonesia, menerima diskon & potongan spesial di berbagai restoran, hotel, atau merchants lainnya. Mauuuu banget! Tapi FYI aja nih, salah satu syarat jadi nasabah prioritas BRI itu ya kita harus punya punya portofolio keuangan dengan nilai total minimal Rp500.000.000. Gak bisa beb barter semua fasilitas itu dengan  data pribadi kayak nomor ATM, PIN, OTP, nomor CVV/ CVC, password. Yok mari kita nabung yang kenceng, biar someday jadi nasabah prioritas BRI betulan lewat jalur portofolio keuangan yang emang udah mencapai ketentuan.

3. Akun layanan konsumen palsu 

sumber : Instagram @nasabahbijak

Penipu berusaha menyamar membuat media sosial palsu, mengatas-namakan sebuah bank. Akunnya muncul saat kamu menyampaikan keluhan layanan bank. Mereka akan menawarkan bantuan dengan mengarahkan pada website palsu. Nah, di website palsu itu kita bakal dimintain data-data pibadi. Please hati-hati! Aku pernah nih menang kuis dari akun resmi BRI @bankbri_id, eh abis itu nongol akun-akun palsu seolah akunnya BRI, ngejapri minta data buat kirim hadiah. Untung aku lagi di mode waspada. 

4. Tawaran jadi agen laku pandai. 

Modus ini menawarkan orang untuk jadi agen laku pandai tanpa syarat-syarat yang ribet. Apa sih agen laku pandai itu? Agen laku pandai itu bisa dibilang agennya bank atau orang perorangan yang menyediakan layanan perbankan. Contohnya, buka akun bank, ajuin pinjaman mikro, mau beli asuransi mikro, nah itu bisa tuh via agen laku pandai. Tapi ya pasti ada syaratnya dong. Seperti memiliki sumber penghasilan dari kegiatan usaha dan atau memiliki kegiatan tetap (pegawai tetap) minimal 2 tahun. Kalau kamu dijanjiin bisa jadi agen laku pandai tanpa syarat & diminta transfer uang lebih dulu biar dapat mesin EDC? Jangan mau!

sumber : instagram @bankbri_id

-

Dari zaman dulu sebetulnya modus penipuan tuh udah ada. Ingat gak dulu sempat rame sms/telepon yang mengabari kalau kita menang hadiah ratusan juta rupiah atau dapat undian mobil mewah? Nah iya sama, sama-sama nipu dengan teknik mainin psikologis kita. Antara dibikin seneng banget atau panik banget. Dua kondisi yang sama-sama bikin kita susah berpikir rasional. Tapi sekarang masalahnya, ini zaman digital, yang ngasih banyak kemudahan.  Buka rekening, ambil uang, transfer, semua urusan jadi beres lewat ujung jari doang. Kalau dulu orang mau nipu kita, dia harus berhasil dulu bikin kita otw ke ATM, makan waktu & masih ada harapan kita ‘disadarkan’ orang lain. Tapi sekarang? Perpaduan antara penipuan Social Engineering (Soceng) + era digital dampaknya jadi luar biasa. Apalagi literasi keuangan di Indonesia baru mencapai 38,03% (OJK, 2019), sementara literasi keuangan syariah yaitu 20,1% (BI, 2021). 

Lantas, gimana caranya agar kita terhindar dari rekayasa sosial atau Social Engineering (Soceng)? 

1. Jaga Kerahasiaan Data Pribadi 

Jangan berikan data-data seperti user name, password aplikasi, PIN/MPIN, nomor kartu debit/kredit, nomor CVV/CVC & nama ibu kandung. FYI, penggunaan nama ibu kandung dalam lapisan keamanan ternyata adalah warisan sistem perbankan ratusan tahun lalu. Pada zaman dahulu, terutama bagi orang Barat, nama ibu kandung adalah sesuatu yang sangat jarang diketahui oleh orang lain, alias hanya diketahui oleh lingkaran orang terdekat. Makanya, nama ibu kandung hingga kini masih menjadi sistem keamanan saat membuat rekening bank & menjadi lapisan keamanan penggunanya. Jadi, kalau mama kamu birthday, ngucapinnya lewat pesan pribadi atau langsung ketemuan aja gaes, jangan ditag akunnya di instagram story. 😂

2. Jangan Posting Data Pribadi di Media Sosial

Gak usah deh flexing atau pamer kartu kredit, kartu debit prioritas atau juga share KTP, KK dan data pribadi lainnya. Bahaya banget, karena bisa disalahgunakan. Kalau data pribadi kamu malah dipakai buat berurusan sama pinjol, gimana? Kan serem! 

3. Aktifkan Two Factor Autentification 

Beberapa smartphone sudah memiliki teknologi canggih seperti fingerprint/sidik jari, teknologi face id, hingga token PIN yang bisa jadi lapisan keamanan two factor autentification. Lapisan keamanan tambahan ini berguna untuk melindungi akun lebih jauh, dengan memastikan bahwa orang yang berusaha untuk mengakses akun adalah benar-benar pemiliknya. 

4. Cek Nomor Telepon

Kalo kamu ditelepon bank, coba cek dulu nomornya, apakah betul nomor tersebut adalah nomor resmi bank atau bukan. Kalo dia nyampein info penting, seperti perubahan biaya transaksi, ada transaksi mncurigakan dan lainnya, jangan keburu panik, kamu bisa jawab   ‘Thank you infonya, saya coba pikirkan dulu.” Nah, setelah itu kamu  bisa menghubungi call center bank. Lebih baik keluar pulsa, daripada jadi korban Soceng. 

5. Waspada dengan Penipu yang Mengaku Petugas Bank yang Nanyain Data Pribadi 


sumber : Instagram @nasabahbijak

Penipu biasanya kirim-kirim pesan lewat sms, jadi hati-hati ketika mnerima sms yang isinya dari pihak yang ‘ngaku-ngaku’ sebagai ptugas bank. Pastikan nomornya dari bank atau bukan.  

6. Aktifkan Notifikasi Transaksi Rekening 

Kalau kamu pakai aplikasi bank, aktifkan juga notifikasinya. Biasanya bank akan update informasi malaui aplikasinya.

-

Yang mampu bertahan hidup bukanlah yang paling kuat dan paling pintar, tapi yang paling responsif terhadap perubahan. - Charles Darwin


Waktu berganti, perubahan terjadi. Aku sih happy bisa merasakan pesatnya digitalisasi, termasuk juga di sektor keuangan. Kalau dulu buka rekening harus ke bank, ambil & transfer uang harus ke ATM, apalagi kalo mau mengajukan layanan kredit, wah .. panjang tuh alurnya. Tapi sekarang, berkat digitalisasi ini udah ada digital banking BRImo, aplikasi pengajuan fasilitas dan layanan kredit BRISPOT, laku pandai Agen BRILink, hingga aplikasi BRIAPI yang memungkinkan terintegrasi dengan aplikasi pihak ketiga. Gokil kan? Memudahkan hidup!

Namun di balik kemudahan itu, tentu kita juga punya PR  untuk lebih melek digital khususnya pada layanan perbankan. Nah, untungnya, sekarang sudah ada Gerakan #NasabahBijak, sebuah wadah komunitas yang lahir dikarenakan makin maraknya penipuan dengan modus SoCeng (Social Engineering) yang menimpa beberapa nasabah bank dikarenakan minimnya literasi masyarakat mengenai modus-modus penipuan & tips untuk menghindarinya. Dengan gerakan ini, diharapkan masyarakat luas dapat menentukan produk & layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan, serta bisa terhindar dari kejahatan siber di sektor keuangan. Selain itu, gerakan #NasabahBijak  juga bertujuan untuk memberikan literasi keuangan kepada masyarakat Indonesia mengenai bagaimana mengelola uang, melunasi hutang, suku bunga, asuransi, tabungan pensiun, pajak, serta produk keuangan seperti kredit dan pinjaman serta memberikan edukasi tentang bermacam kejahatan siber di sektor perbankan dan bagaimana cara untuk mencegahnya.

BRI, sebagai salah satu bank terbesar dan tertua di Indonesia tengah mengoptimalkan layanan digital melalui penyuluh digital, sehingga nasabah bisa mendapatkan pendampingan saat mengakses layanan digital. Ada tiga tugas penyuluh digital. Pertama, mengajak atau mengajari masyarakat yang belum melek layanan perbankan digital sehingga lebih digital savvy, seperti bisa membuka rekening secara digital. Kedua, mengajari masyarakat untuk melakukan transaksi secara digital. Dan yang ketiga adalah mensosialisasikan dan mengajari masyarakat untuk mengamankan rekeningnya dari kejahatan-kejahatan digital.


sumber : instagram @bankbri_id

Semoga dengan adanya penyuluh digital & gerakan Nasabah Bijak ini, kita bisa terlindungi dari berbagai modus penipuan Social Engineering (Soceng). Ingat, jaga data pribadi kita, tetap upgrade pengetahuan & literasi keuangan & usahakan tetap berpikir rasional ketika mendapat pesan yang membuat hati kita melonjak senang atau mendadak panik. Di saat psikologis kita sudah dipermainkan, celah untuk terjadinya penipuan justru terbuka lebar. Jangan lengah, tetap waspada! 💪

1 comment

  1. Sering banget kejadian kayak gini, banyak yang mengatasnamakan lembaga resmi untuk melakukan penipuan seperti ini. Alih-alih memberikan keuntungan malah merugikan, memang kita perlu lebih bijak. Ada baiknya hanya percaya ke pihak resminya gitu, terima kasih informasinya!

    ReplyDelete

Makasih udah baca, tinggalin jejak dong biar bisa dikunjungin balik ^^