Hatiku Berhenti di Kamu


Gambar hasil minjem di sini :D


“HAH? Putus lagi?”

“Hei. Biasa aja keleus (baca : kali). Yang putus itu hubungan aku sama Indra, bukan urat nadi. Heboh bener!”

“Apa kamu bilang? Biasa aja? Inget heeiii, usia kamu udah merengsek ke angka 25, Ara. Masih betah ganti-ganti cowok mulu? Sampe kapan? Sampe semua temen kamu nikah, gendong anak? Sedang kamu masih sibuk sama cinta-cintaan ala abg, pedekate, jadian, ngambek-ngambekan, trus putus? Iya?”

Tiara, yang biasa dipanggil Ara oleh orang-orang terdekatnya, terdiam kelu. Ia ingin membantah rentetan omelan dari Sabrina, sahabat karibnya sedari masih menggunakan seragam Putih-Merah belasan tahun lalu. Namun ia tau, tak ada yang perlu dibantah dari sesuatu yang memang benar adanya.

“Apa sih yang salah, Ra? Apa sih yang sebenernya yang kamu cari? Most of them, mantan-mantan kamu itu nyaris serupa, cakep, kaya, baik hati. What’s wrong, darling? Bingung deh ah nyaksiin langsung cerita cinta kamu ini.”

Ara mengetuk-ngetuk jemarinya ke meja, mencoba menelaah isi hatinya sendiri, mencoba mendengar apa yang sebenarnya hatinya inginkan. Entah apa yang salah. Lelaki yang 3 tahun terakhir ini mendekatinya memang sejatinya tidak bisa diremehkan. Paduan nyaris sempurna yang mayoritas wanita di seluruh bumi mendambakannya : cakep, kaya, baik hati. Hanya sayangnya, mau secakep, sekaya dan sebaik hati apapun mereka, tak ada yang menyamai .. Arya.

“Entahlah. Mungkin karena Arya.”

“ARYA? Ampun deh Ra. Dia udah lenyap 5 tahun yang lalu, mungkin aja sekarang udah ada cewek yang ngebangunin dia tiap pagi, nyuapin dia sarapan, ngasih seorang dua orang bocah lucu yang manggil “papa” ke Arya. Wake up Ara, Arya cuma masa lalu!”

Nehi! Untuk Ara, Arya sama sekali bukan sekedar masa lalu. Arya membayangi masa sekarangnya, membuatnya tak pernah merasa nyaman menjalani hubungan dengan lelaki manapun. Ara menginginkan Arya datang untuk masa depannya. Menyelamatkan Ara dari keruwetan perasaan yang sedari lama Ara rasakan. 5 tahun bukan sebentar bukan? Apalagi, nyaris di setiap detiknya, nama dan siluet wajah Arya membayang di pelupuk mata.

“Hidup kamu bukan dalam mini drama Ada Apa Dengan Cinta, Ra. Ini nyata. Aku yakin Arya bukan Rangga, yang bakal nemuin kamu lagi. Ngajak kamu mulai hari baru serupa ngasih selembar kertas putih bersih untuk hubungan kalian.”

“Tapi aku yakin, Arya bakal balik. Entah kapan..”

"Kapan Ra? Kapan?"

Kalau orang bilang, cinta pertama tak pernah mati, maka Ara akan mengiyakan. Karena Arya lah yang pertama menyentuh hatinya. Membuatnya percaya untuk menumpahkan seluruh cinta remaja yang ia punya. Merapalkan semua ucap rindu dan gelegak rasa yang baru pertama ia rasa. Pada Arya lah, hatinya berhenti, terpaku, tertuju.

“Cinta bukan satu-satunya sumber bahagia, Ra. Cinta tanpa logika bakal buta. Kamu harus belajar menyeimbangkan apa yang hati kamu rasa, sama apa yang otak kamu pikirkan. 2 tahun lagi pokoknya aku mau nemenin kamu di pelaminan, bersanding sama cowok baik. Yang akan tetap mencintai kamu nggak sebatas setahun dua tahun, tapi selamanya.”

Ara meresapi setiap kata yang Sabrina katakan. Sabrina benar, cinta pertama boleh jadi tak akan pernah mati, namun cinta sejati akan mampu menutupi. Menjadi pengobat hati, menjadi pembaik diri, dan tentu saja menjadi sebenar-benarnya cinta.





No comments

Makasih udah baca, tinggalin jejak dong biar bisa dikunjungin balik ^^