Masa Kecil, Masa Penuh Warna : Dari Abu-abu Kelabu hingga Warna-Warni Secantik Pelangi


November 2015 ini, aku genap berusia 22 tahun. Masa kecil semakin tertinggal di belakang. Namun warna abu-abu nan kelabu hingga warna warni secantik pelangi yang pernah aku nikmati di masa kecil masih teringat jelas. Bahagia sekaligus menyimpan kesedihan. Tak apa. Bukankah itu adalah bentuk keadilan dalam kehidupan? 


Aku memiliki dua sisi yang teramat berbeda di masa kecil. Sebenarnya pun sekarang masih sih. Namun bedanya, saat ini aku sudah bisa lebih enjoy menerima keadaan dan tidak merutuki ketidak-beruntungan yang aku punya. 

Intan versi unyil.

Ceritanya, aku adalah korban broken home. Papa dan mama bercerai saat aku masih kecil. Masih sangat kecil, bahkan untuk mengingat wajah papa pun aku tak bisa. Sebenarnya bukan masalah, karena mama memberikan semua yang aku butuhkan selepas perceraian itu. Baik materi maupun kasih sayang berlimpah. Hanya sosok lelaki yang harusnya ku panggil papa saja yang tak ada. Selebihnya cukup. Kami bahagia meski tanpa papa. 

Aku dan mama.

Kebahagiaanku harus rusak saat menginjak semester dua kelas empat SD. Mama yang memang masih muda dan cantik, memutuskan menikah lagi. Dengan berbulan-bulan kompromi dan bujukan-bujukan mama, aku akhirnya mengizinkan mama menikah lagi, dengan satu syarat : AKU NGGAK MAU PUNYA ADIK TIRI! 

Mama mengiyakan. Sesegera mungkin beliau menghadiahiku papa tiri yang tak akan pernah ku panggil papa. Cukup om.

Kebahagiaanku makin rusak saat mama dan om baru ingkar janji. Mama hamil dan itu berarti ada calon adik kecil yang akan merebut utuh perhatian mama dan jelas si om itu. Aku marah besar, benci mama, benci dengan janji yang diingkari.

Aku akhirnya  memutuskan menjauh dari hidup mama. Aku lalu tinggal bersama ibu, kakak kandung mama. Masih dengan segudang amarah dan ego yang meraja, aku memulai hidup baru. Tertatih-tatih. Apalagi menyesuaikan diri dengan pola hidup di rumah baru itu tak bisa dibilang mudah.

Aku dan ibu.
Aku dan bapak.
Beragam bully pun berdatangan sewaktu aku tinggal bersama ibu dan bapak –suami ibu. Panggilan anak angkat atau anak adopsi pun bukan sekali dua kali aku dengar. Perih. Namun alih-alih berusaha menjelaskan statusku dan apa yang melatarbelakangi kenapa aku tinggal bersama mereka, rasanya tak perlu. Apa peduli orang lain dengan keadaan sebenarnya?

Mengalihkan dari sakit hati yang sudah menumpuk, aku menekuni apapun di bidang akademik. Pelajaran di kelas, ikut klub pencinta sains, english club, ekskul tari, semuanya! Ini adalah bagian indah dari masa kecilku. Saat aku mendapatkan predikat juara umum di sekolah atau membawa pulang hadiah karena memenangkan perlombaan.

Sakit hati tak harus melulu berujung dengan depresi, bukan?

Ikut ekskul menari.
Hingga, pelan-pelan. Aku mulai menerima keadaan diri dan keluargaku. Meski kadang ada sesak saat melihat anak lain berbahagia dengan papa dan mama di sisi kiri kanannya. Tapi aku percaya Tuhan selalu punya keadilan bagi kehidupan setiap hamba-Nya.

Tak ada cerita masa kecil yang dirancang sempurna, tapi bukan berarti kita tak layak bahagia.





Love,

Intan yang masih merindukan papa.





29 comments

  1. Tulisannnya menyentuh....
    saya terbawa suasana yang diciptakan aksaranya mbak Intan..

    semangaat yaa mbak :-)
    semoga tulisannya jadi juara..
    salam kenal dari Muthmainnah ,Gorontalo :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan ikutan galau ya, mak! xD

      Terimakasih banyak loh udah mampir.
      Aamiin aamiin aamiin *ngincer tongsis* hehe
      Salam kenal kembali ya mak. Aku Intan. Domisili sekarang di Bengkulu :)

      Delete
  2. Asyiknya yang masa kecilnya bisa di abadikan momennya.

    ReplyDelete
  3. Terharu baca kisah masa kecilnya.. Aku teringat 2 ponakan kecilku tanpa papanya yg telah tiada... Tumbuh dan berkembang dgn orgtua yg tdk utuh ternyata penuh perjuangan yavMba.. Tetap semangat ya Mba Intan..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mak. Ada yang kurang. Idealnya sih emang ada papa mama di samping kita. Tapi ya kalau ternyata ga seberuntung itu, masih bisa cari cara lain kok buat bahagia xD

      Delete
  4. Ceritanya asyik neh.

    Terima kasih sudah ikutan GA saya mba.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe. Alhamdulillah punya masa kecil yang asyik! xD

      Sama-sama, Mak. Sukses GA-nya. :))

      Delete
  5. Aku baru tahu cerita masa kecilmu :(

    Tetep semangat yaa... hidup harus terus lanjutt..
    :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selama ini belum berani nulisnya mb Mia xD

      Hehe. Yuklah pokoknya semangaaaatttt!! :)))

      Delete
  6. Orang lain mana mau ngerti sama pembelaan kita, mendingan sumpal aja mulut mereka dengan prestasi yang kita buat. Mbak berhak bahagia dan harus bahagia.
    Semangat! jalan masih panjang.

    Betewe, salam kenal yaaa..aku 25 taun tapi berasa masih 22 aja, *plak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betuuull.. Setujuuuuu banget mak! Kita semua berhak & harus bahagia xD

      Salam kenal kembali mak. Sering-sering mampir ke sini yaa ^^

      Delete
  7. Setiap orang psti mengalami kisah pilu dalam hidupnya.. mudah2n diakhir mendapatkan kebahagiaan yang kekal ya... Ingat, Allah Maha Pengasih dan Penyayang :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul mak. Senang dan sedih pasti ada.
      Aamiin. Semoga kita semua mendapatkan kebahagiaan lahir batin. :))

      Delete
  8. Jadi terharu baca ceritanya.Tetap semangaat Intan...

    ReplyDelete
  9. Sedih, ternyata dibalik keceriaan postingan di blog mbak intan. terpendam cerita masa kecil yang mengharukan. tetap semangat jalani hidup ya mbak. Menjadi pengalaman yang sangat berharga...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe, iya mas. Mayan sedih, tapi sedihnya ga boleh lama-lama, kan ya?
      Semangaaattttt! ^^

      Delete
  10. Aku terbawa ketika membaca bagian ini mbak,

    AKU NGGAK MAU PUNYA ADIK TIRI!

    Mama mengiyakan. Sesegera mungkin beliau menghadiahiku papa tiri yang tak akan pernah ku panggil papa. Cukup om.

    Kebahagiaanku makin rusak saat mama dan om baru ingkar janji. Mama hamil dan itu berarti ada calon adik kecil yang akan merebut utuh perhatian mama dan jelas si om itu. Aku marah besar, benci mama, benci dengan janji yang diingkari.

    Seketika aku langsung berimajinasi, betapa polos dan lugunya anak dengan segala ketidak tahuan mengenai dunia orang dewasa pada masa itu. Berjuang untuk mendapatkan hak dari orang tua, kasih sayang. Mungkin mbak pada waktu itu takut kasih sayangnya akan terbagi dengan adanya adik tiri itu. :(

    ReplyDelete
  11. Gak nyangka bakalan sedih ketika berkunjung kesini, ini pelajaran berharga juga buat orangtua (saya dong) terutama bagian yang ini : "aku nggak mau punya adik tiri, kemudian mama mengiyakan). Seringnya orangtua mudah mengucap janji hanya agar anak diam dan menuruti.

    Salam kenal ya mbak, eh... kalo 22th adek dong :)

    ReplyDelete
  12. Salam kenal mbak Intan :) saya terharu biru mewek membaca tulisannya. Saya jadi kebayang bagaimana rasanya punya saudara tiri, tapi mbak hebat :) :)

    ReplyDelete
  13. Sekarang tumbuh menjadi wanita yang tangguh, semangat ya Ntan ^^

    ReplyDelete

Makasih udah baca, tinggalin jejak dong biar bisa dikunjungin balik ^^