Surat Cinta untuk Si Ratu Baper




Hai. 

Seperti apa rasanya tinggal di kota kecil yang menjadi perbatasan antara kota Bengkulu dan Lampung, sendirian?

Sepi?

Sunyi?

Asing?

Lantas baper?

Kau tau, aku cekikikan geli sekaligus gemas melihat kondisimu pada hari pertama kau datang ke kota Bintuhan ini. Kau gampang sekali merutuk, mengeluh, juga bermasam muka.

Omong-omong, kau sudah berapa kali mengucapkan “kota sialan!” hanya karena hal-hal sepele?

 Di hari pertama, kau bolak balik menyusuri sepanjang jalan pusat kota Bintuhan untuk mencari laundry. Ya, aku sudah bisa menebak sih, resolusi untuk cuci-cuci dan masak sendiri itu hanya sekejap hadir di kepalamu kan? Bahkan di hari pertama, kau sudah mengabaikan jemuran raksasa yang dibelikan ibumu kemarin harinya. Apalagi masak. Ah, harusnya aku sudah tau dari awal dan tak berharap banyak padamu mengenai pekerjaan rumah tangga. Semangatmu naik lantas turun secara kilat, tanpa berniat naik lagi.

Karena lelah, kau akhirnya pasrah mencoba laundry yang terletak di belakang satu-satunya SPBU di Bintuhan. Laundry yang memasang iklan dimana-mana, termasuk di dinding kamar kos-mu. Begitu menemukan laundry yang dimaksud, lagi-lagi kau merengut kesal. Penampakan rumah cuci itu jelas membuatmu ragu. Apalagi saat si mbak muncul ke hadapanmu, aku yakin kadar ragumu jadi berlipat ganda.

Tapi keesokan harinya, bajumu datang selamat dalam keadaan bersih dan rapi kan? Alih-alih tersenyum senang, kau malah bergumam, “nggak seharum laundry langganan di Bengkulu.” Lantas kau menenggelamkan diri dalam lamunan, sesekali menggumam sebal.

Hei plis. Cepat sekali baper!

Pagi berikutnya adalah jadwal kerjamu. Kau bersiap pagi-pagi sekali. Namun karena keasyikan mendengar siaran radio di ibukota sana, kau nyaris terlambat dan pergi dengan terburu-buru. Saat sudah hampir tiba di kantor, tinggal mendaki tanjakan maut Pondok Pusaka (begitu kau sering bilang kan?), mendadak kau mendengar bunyi meletus dari bagian belakang motormu.

Astaga! Kau panik. Lantas menepikan motor, lalu speechless melihat paku besar menancap di ban belakang motormu. Oh, aku lihat kau mulai menangis sambil merutuk.

“Sialan, kalau harus ke bengkel harus putar arah lagi? Atau dorong motor sampai ke puncak bukit? Kenapa sih di kota ini bengkelnya sedikit? Argh!”

Airmatamu semakin menderas. Lalu kau tiba-tiba teringat benda mungil yang bisa menghubungkanmu dengan siapa saja, selagi kontak mereka terdata di phonebox-mu. Pertama, kau memilih menghubungi orang yang paling kau sayang. Orang yang sekarang berada jauh darimu, harus menempuh 7 jam perjalanan jika kalian ingin bertemu, bukan?

Lagi-lagi aku gemas melihatmu, kau menelpon hanya untuk memperdengarkan tangisan sambil bertanya “coba bilang, apa yang harus aku lakukan? Kasihtauu dong, aku harus apa!”

Hei ya ampun, yang benar saja! Apa rahasianya sampai si pemilik suara di seberang mau berlama-lama berbagi cerita denganmu? Nah kan, aku mulai sebal melihatmu.

Tapi ternyata, saran dari suara memikat di seberang telponmu berpengaruh banyak. Kau menghela nafas panjang, mencoba tenang. Lantas kau menelpon bos. Meminta maaf karena terlambat sambil menjaga ritme panik.

Solusi yang kau dapat malah sangat mudah. Bos yang baik hati, menjemputmu, mengantar ke studio, lantas mengajak rekan kerjamu yang dinas berikutnya untuk membawa motormu ke bengkel. See? Apa sih yang kau cemaskan? Apa yang membuat airmatamu mengalir sedemikian deras?

Jangan-jangan bukan perkara ban motor yang tertusuk paku itu ya? Jangan-jangan hatimu yang tertusuk rindu sedemikan hebat? Iya kan?

Dear you, si ratu baper.

Aku harap semua galau juga rutukanmu hanya sementara saja. Kau tau kan, kau harus survive? Tapi tentu saja bukan dengan emosi yang tak terkendali. Kau pasti ingat, apa rencanamu saat ke sini beberapa hari lalu. Ingat kan?

Aku tunggu cerita baik darimu secepatnya ya, sayang.

Akan selalu ada hari-hari menyakitkan dan kita tidak tahu kapan hari itu menghantam kita. Tapi akan selalu ada hari-hari berikutnya, memulai bab yang baru bersama matahari terbit. (Hlm 345 Pulang – Tere Liye)




Love,

Aku yang peduli pada kisahmu.

4 comments

  1. kayaknya aku tahu deh ini siapa, pernah ada di postingan yang lalu-lalu kan? Hihi

    *sotoy*

    ReplyDelete
  2. kalo dikit2 baper kepala jadi pening ya, tan :D

    ReplyDelete
  3. Jangan terlalu banyak baper ...
    ndak baik untuk kesehatan ...

    :)

    salam saya

    ReplyDelete

Makasih udah baca, tinggalin jejak dong biar bisa dikunjungin balik ^^