Untuk Kita yang Dipisahkan Jarak



Halo sayang.

Apa kabar kamu tanpa aku?

Apa kabar kotamu tanpa hadirku?

Apakah semua baik-baik saja?

Apakah semua berjalan seperti biasa.

Aku tidak baik.

Kotaku tidak sempurna tanpa hadirmu.

Dan semua tidak berjalan seperti biasa saat aku tanpa kamu.

Saat kamu tanpa aku.

Ada suatu pagi, saat aku bangun dengan perasaan riang aneh yang mendebarkan. Debar saat ingin berjumpa kamu. Aku mandi dengan kecepatan yang meningkat beberapa kali lipat dari biasa, mematut diri di cermin lebih lama dari biasa, lalu menggumamkan namamu lebih sering dari biasa. Namun lantas aku tertunduk kelu. Oh ya ampun, sayangku, aku bahkan lupa kalau kini kita terpisah ratusan kilometer jauhnya.

Ada suatu siang saat aku terduduk panik melihat kondisi kost yang semerawut. Kasa belum dipasang, bola lampunya perlu diganti. Aku lekas menelponmu, merajuk, mengapa kau tak membantuku seperti biasa. Kau menghela nafas panjang, antara sebal antara iba, mengingatkanku bahwa kini uluran bantuanmu untukku perlu ditebus dengan waktu yang tak sebentar. Oh lagi-lagi aku lupa.

Ada suatu malam saat aku tak bisa keluar rumah untuk membawa pulang sebungkus nasi goreng seafood kesukaan, karena deras hujan entah kapan bisa dihentikan. Aku meminta kau datang membawakanku makan malam, apa saja ujarku, asal makannya bersama kamu. Suaramu bergetar menahan haru, betapa sekedar menikmati nasi goreng bersama, sudah bukan perkara mudah.  

Sayang, entah berapa kali aku menolak ingat bahwa kau dan aku terpisah ratusan kilometer jauhnya, kebersamaan kita perlu ditebus waktu yang tak sebentar dan bukan perkara mudah. Aku menolak ingat. Aku masih hidup dalam khayalanku sendiri. Bahwa kamu masih di sini. Bahwa kamu masih di sampingku. Selalu.

Tapi rindu tak semestinya membawa pilu.

Jarak tak seharusnya membuat sesak.

Karena kita pasti akan bertemu di satu titik waktu.

Asal kamu setia menungguku. Dan aku setia pulang kepadamu.



Kata orang rindu itu indah.
Namun bagiku ini menyiksa.
Sejenak ku fikirkan untuk ku benci saja dirimu.
Namun sulit ku membenci.

Bimbang – Melly Goeslaw



Bagaimana mungkin aku membenci kamu yang menghadirkan buncah-buncah rindu selama beberapa hari terakhir, sementara letup-letup cinta kau hadirkan ratusan hari. Tidak mungkin, sayang!

Aku mencintaimu.

Saat dekat. Saat jauh.

Saat letup cinta. Saat buncah rindu.

Saat aku denganmu. Saat aku tanpa kamu.

Aku mencintaimu.

Selalu.









Salam penuh rindu.

Dari aku yang berada di sebuah kota yang letaknya beratus kilometer dari kotamu.

1 comment

Makasih udah baca, tinggalin jejak dong biar bisa dikunjungin balik ^^