[Suka Duka Hijabku] Bersakit Dahulu Bersenang-senang Kemudian




Membahas tentang hijab, serupa membahas tentang cinta, tiada habisnya. Selalu ada sisi untuk diamati, lalu digali, untuk bisa dibagi dengan yang lain. Barangkali memang karena hijab adalah salah satu bentuk cinta hamba kepada Allah yang Maha Pemberi. 


3 tahun sudah aku mengenakan hijab. 3 tahun yang luarbiasa, dengan segala pernak pernik suka duka. Suka duka yang akhirnya membawaku pada muara syukur. Syukur atas kekebalan diri menikmati setiap inchi suka maupun duka. Syukur karena pada akhirnya sadar diri, sekedar memakai hijab tak cukup untuk berucap terimakasih untuk segala kenikmatan hidup ya Ia beri.


Kali ini, aku ingin bercerita mengenai suka duka berhijab yang aku rasakan selama ini. Bukan untuk menakuti-nakuti dengan memamerkan dukanya. Bukan pula bermaksud meninggikan hati dengan menceritakan sukanya. Hanya ingin berbagi, tak ada satu pun pilihan yang bebas dari duka, tak ada pilihan yang melulu soal suka. Kita harus mengecap semua rasa pada setiap pilihan. Dan aku telah memilih..


Duka.

“buu ..

“iya, kenapa Ntan?”

“boleh minta uang?”

“loh, bukannya baru dikirimi seminggu lalu? buat apa?”

“hmm .. Intan mau beli jilbab sama baju panjang.”

“oh, ada acara apa di kampus? Kuliah umum? Harus pakai jilbab ya?”

“emm bukan bukan.. bukan acara kampus. Tapi intan emang pengen pake jilbab. Selamanya.”

Hening.

“kenapa?” suara meragu ibu begitu kentara di ujung telepon.

“Intan takut dosa intan tiap hari nambah. Kata senior di pengajian kemarin, satu helai rambut wanita yang kelihatan, dosanya dikali 1000. Padahal kan rambut Intan tebal. Dosa Intan udah banyak banget bu.”

Mataku mulai memanas, teringat lagi isi ceramah pengajian tempo hari. Satu helai dikali 1000, terngiang-ngiang selama beberapa hari ini, membuatku takut keluar rumah, karena artinya dikali 1000. Namun, alih-alih merasakan kecemasan yanga ku rasa, ibu malah tergelak.

“Kamu masih muda, sayang. Yakin mau pakai jilbab? Dress pendek kamu? Rambut kamu yang bagus? Yakin?”

“Yakin.”

Walau sebenarnya waktu itu aku tak benar-benar 100 % yakin. Terbayang tumpukan baju-baju selutut yang memenuhi lemari, rambut sebahu yang selalu mengundang decak kagum. Seperti apa rupaku saat mengenakan jilbab? Tak akan enak dilihat lagikah?”

Nekat. Mau cepat. Daripada semakin bimbang, kuputuskan untuk menelpon ayah, reaksinya berbeda.

“Wah, bagus dong. Biar kamu makin aman dari gangguan siapapun. Butuh uang berapa? Ayah kirim hari ini juga.”

Dan tralala. Besok paginya, aku meringis karena beberapa kali jarum pentul menggores kulit leherku. Nyaris sejam mencoba memakai jilbab dengan benar, aku akhirnya menyerah, berangkat ke kampus dengan jilbab yang tak simetris kanan kirinya. Duh. Rasanya rasa percaya diri merosot nyaris separuh dari biasa.

Masih duka.

“Heiii..

Aku mencoba tersenyum lebar, sembari rikuh membenarkan sisi-sisi jilbabku. Sayang, sosok di depanku malah melongo. Aku paham benar itu bukan longoan kagum, melainkan aneh bercampur risih.

“Kamu? Serius pakai jilbab?” akhirnya komentarnya keluar juga.

“Ii iyaa.” Reaksinya semakin meruntuhkan sisa-sisa kepercayaan diri yang aku punya.

“Emmm, terserah kamu deh. Aku duluan ya, buru-buru nih. Ada janji sama temen.”

Sebutir airmata mengalir, dia yang beberapa waktu ini jelas-jelas dengan gencarnya mencoba mencuri hatiku, malah bereaksi jijik. Duh, apa berhijab semenyedihkan ini ya? Aku mulai goyah.


Masih duka duka duka.

“Waahhh lihat deh, dressnya cantik. Lagi diskon pula. Beliiii!”

“Roknya juga loh. Wahh, kita kudu beli nih yang samaan. Foto terus upload facebook deh, pasti banyak banget yang ngelike.”

Tapi sesat kemudian, mereka sepertinya menyadari sesuatu.

“Eh, kamu nggak bisa beli ya Ntan? Baju kamu kan kudu panjang? Dress sama roknya Cuma selutut doang. Gimana dong?” mereka pura-pura bingung sambil cekikikan kecil.

Aku hanya nyengir lebar dan palsu, berpamitan ke kamar mandi lalu meninggalkan beberapa butir airmata di sana. Duh Tuhan!


Lain waktu.

Di latihan nyanyi bersama komunitas yang mayoritas beragama non muslim. Aku adalah satu-satunya yang mengenakan jilbab. Rasanya aneh dan terasing.

“Duh, kamu enaknya diposisikan dimana ya? Mau di depan, eh kamunya pake jilbab, nanti beda sendiri nggak enak dong lihatnya. Mau di belakang, badan kamu kecil.”

Aku hanya diam sembari menahan gemuruh dalam hati, memangnya kenapa kalo pake jilbab nggak boleh dibarisan depan? Argh!

“Gini aja deh, kamu di tengah, barisan belakang. Pakai wedges yang tinggi ya!”

Aku menahan tangis.

Wuuuaaaahhh!



***




Kalo diceritain sampai habis, bisa-bisa aku nulis novel. Hehe .. tapi ya gitu, emang banyak kok dukanya kalo pake jilbab apalagi beberapa tahun lalu saat jilbab sama sekali belum setenar sekarang. Tapi aku tetap bertahan menggunakan hijab, dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun, hingga sekarang. Kenapa? Karena selain duka, berhijab juga punya segudang cerita suka. 



“Wah Intan, Istiqomah ya sayang. Kamu makin manis kalo pake jilbab gini.”


Beberapa kakak seniorku menghampiri, menjabat erat tanganku lalu memelukku hangat. Tak sebatas itu, beberapa hari kemudian, aku menerima buntelan besar dari seseorang yang enggan disebut namanya isinya beberapa pakaian panjang, aneka jilbab paris warna warni juga rok-rok lucu, tentu saja bukan rok selutut ya :p Aih, Masya Allah, merasa sekali alangkah kentalnya persaudaraan sesama muslim.

Lain cerita.

Setiap kali melewati jalan sempit yang menjadi jalan pintas kost pertamaku ke mall terbesar di kota ini, aku biasanya harus selalu menguatkan hati, menutup telinga. Apa pasal? Remaja laki-laki yang sering nongkrong di sana kerap menggodaku.

“Haiii cantik, mau kemana? Mau dianterin?”

“Haii rambut sebahu.”

Atau sekedar cuitt cuitt yang menurutku alih-alih pujian, melainkan pelecehan.

Namun berbeda saat aku telah mengenakan hijab. Saat melewati mereka, mereka hening, hanya berani memandang selintas. Lalu kembali sibuk dengan obrolan mereka. Deuuu .. Alhamdulillah. Alangkah terjaganya saat mengenakan hijab.

Dan puncak paling suka adalah tren fashion setahun terakhir ini. Masya Allah, alangkah cantik-cantiknya baju dan hijab buat para hijabers. Indah, modis, anggun tapi tetap menuruti perintah Ia yang Maha Indah. Sekarang, mengenakan hijab sama sekali bukan sesuatu yang aneh, jelek, tua. Tidak. Malah sebaliknya. Hijab benar-benar wujud keindahan yang benar-benar indah. Hijab menentramkan, memberi rasa nyaman, juga melindungi.

Ada penyesalan menggunakan hijab? TIDAK! Aku sangat menyayangi dan membanggakan hijab yang aku kenakan.

Allah kurang baik apalagi? Geliat majunya dunia mode Islami adalah salah satu perwujudan rasa kasih Allah yang sangat patut disyukuri. Allah memberikan hidup dan kemudahan, apakah sekedar memakai hijab begitu sulit untuk kita? Rasanya tak pantas.



“Temans, apapun pilihan dalam hidupmu, akan selalu ada suka dan duka. Pasti. Suka duka bukanlah suatu hal yang harus dihindari, melainkan dinikmati. Suka dan duka bukan untuk dihitung mana yang paling besar persentasenya, melainkan bagaimana kita mampu menjadikan secuil suka menjadi penutup segunung duka. Asal baik, tak masalah, berapa suka dan duka yang kelak akan dirasa.”





Artikel ini diikutsertakan  dalam:

2 comments

  1. setuju ,,,, klo Suka duka bukanlah suatu hal yang harus dihindari tapi harus dinikmati ato di terjang saja ,,,, heheh

    ReplyDelete
  2. Duuh mbak Ntan cantik kook pake hijaaab :D Aku juga sering bingung, mbak Ntan, padahal di Indonesia itu rata2 muslim, kok aku sering nemu loker yang ga boleh hijab, siswi smk nih mba Ntan, hehe

    ReplyDelete

Makasih udah baca, tinggalin jejak dong biar bisa dikunjungin balik ^^