Teruntuk Lelaki Pertama yang (Harusnya) Ku Kenal




Hai pa.

Awalnya aku ingin mengetik apa kabar sebagai pembuka surat ini. Tapi ah, rasa-rasanya pertanyaan itu terlalu naif untuk 2 orang yang menjalani hubungan seperti kita.

Maka izinkan aku mengubahnya menjadi apa papa pernah ingat aku?

Dalam banyak kesempatan, aku mengingatmu dengan hati penuh luka, pa.

Saat pertama kali aku patah hati, aku langsung menyalahkan papa. Harusnya papa ada di sampingku, memberitahu jenis lelaki macam apa yang tak akan menorehkan perih ke hatiku. Harusnya papa mendekapku saat aku menggigil pilu sendirian. Harusnya papa menjadi benteng hati juga fisikku.

Papa tau, ada banyak hal yang tidak bisa kaum perempuan kerjakan tanpa lelaki, seperti mengusir ular yang melingkar nyaman di wc rumah, misalnya. Aku merutuk, papa di mana? Kenapa aku harus minta bantuan tetangga? Kenapa aku harus berjibaku sendirian untuk mengganti bola lampu yang putus? Kenapa bukan papa yang melakukannya untukku?

Dan pa, dalam setiap pencapaian yang aku lalui dari pencapaian yang sebesar remah roti hingga utuh serupa apel segar, aku juga menginginkan papa. Saat pertama kali aku berhasil membuat seloyang brownies enak, aku membayangkan bisa menikmatinya bersama papa di sore hari sambil bertukar cerita. Saat aku memenangkan banyak perlombaan, aku ingin papa yang mengusap kepalaku atau menepuk pundakku sambil tersenyum bangga.

Rasa-rasanya jika papa ada bersamaku sepanjang waktu, aku tak perlu mengalami banyak kisah yang tak perlu aku jalani.

Papa...

Kadang aku merasa cerita ini tidak adil. Papa melaju dalam hidup papa (yang entah seperti apa – tapi semoga papa bahagia), mama bergerak dengan hidupnya yang baru. Hanya aku .. hanya aku yang masih saja tertambat masa lalu.

Hei, tapi hidup memang selalu begitu kan pa? Kadang adil, kadang tidak. Barangkali cerita ini menyesakkanku, tapi membebaskan papa dan mama dari perasaan tersiksa. Jika memang begitu, aku rela pa. Ikhlas. Biarlah aku yang pelan-pelan memunguti serakan hati yang tercecer di pojok luka, asal papa dan mama tetap bisa menjaga kewarasan masing-masing.

Karena memang tak ada yang lebih menyedihkan dari hidup bersama dengan orang yang tidak mampu menyentuh hati dan jiwa terdalam kita. Iya kan pa?

Sayang sekali, anak papa ini tengah merasakan kisah sebaliknya. Coba beritahu aku, apa yang lebih menyakitkan dari saling mencintai sampai ke jurang hati, namun tak bisa saling memiliki? Ah, aku malu cerita di sini pa. Semoga ada setitik keajaiban agar aku bisa bertemu papa, agar papa bisa bertemu aku. Aku punya lautan cerita untuk papa.

Papa mau dengar yang mana dulu?

Yang bahagia atau sedih?

Lekas temukan aku, pa. Atau doakan aku agar bisa menemukan papa.



Peluk,

Anak gadis papa yang sekarang sudah berusia 22 tahun.

4 comments

  1. :') Papaaaa...
    Aku sayang papa..
    Nice, Intan..

    ReplyDelete
  2. dohhh nyesek bacanya
    ada banyak hal yang sebenarnya tidak kta inginkan terjadi namun terjadi
    tapi itulah hidup
    ada kebaikan disetiap ceritanya
    percayalah

    ReplyDelete
  3. Semoga bisa cepat dipertemukan sama Papanya ya Ntan atau Papa yang menemukan Intan aamiin :)

    ReplyDelete
  4. semoga segera ketemu dengan papa ya, Tan. :)

    ReplyDelete

Makasih udah baca, tinggalin jejak dong biar bisa dikunjungin balik ^^